December 08, 2012

Perasaan Yang Terpuruk



Aku tidak menuntut apapun, karena aku tahu kamu tak kuat. Bebanmu terlalu berat dan cintamu tidak terlihat. Aku adalah orang asing, sekalipun aku dipicing. Tapi seperti itulah aku bagimu sekarang. Ternyata kamu masih selalu kalah oleh keadaan. Lihat, bahkan memaksa kodok berdiri tegak masih lebih mudah daripada mengakuiku! Karena setiap mereka bertanya siapa aku, kamu akan terdiam, paling tidak menarik nafas. Jadi, mana mungkin aku datang ke rumahmu yang besar, yang berisi banyak pertanyaan? Kamu tidak berani, kamu gemetar, jerit hatimu tidak membangkitkan nyali. Bahkan untuk duduk bersama sama dengan mereka di meja makan, mungkin berat piringku akan ditimbang. Nanti acapkali aku mengangkat sendok, mereka akan melotot, menanti nati kesalahanku. Aku pikir tega sekali.

Sebenarnya aku ingin kamu menjadi kita, bukan yang terlemah diantara mereka. Karena, meski kamu sanggup mencintaiku, kamu takut mengakuinya. Sakit. Dalam. Perasaanku bagai dililit-lilit dan apa yang ada di dalam mataku hanyalah kelam. Apa aku harus sesederhana itu untuk bangkit dari semua ini? Yaitu bilang saja kau tidak mencintaiku dan anggaplah aku tak ada! Kemudian hening, selamanya hening.

Sungguh, aku tak hanya sangat mencintaimu, tapi juga mampu menyayangi mereka. Namun, apa cukup berharga aku di depan mata mereka? Aku takut dituntut lebih. Aku selalu terlihat kurang, sekalipun dicintaimu sudah lebih dari cukup. Di detik ini, aku terpuruk. Sangat.

December 02, 2012

Pemakai



Menghamba pada keinginannya sendiri. Diperalat oleh kekhawatiran, melarikan diri dan membelakangi kenyataan. Dasar para pemakai! Dengan bangganya ia berbuat salah, betapa salah membanggakannya. Ia ingin kebebasan tapi selalu dikalahkan, maka tidak ada yang lebih indah dari fantasi menurutnya.
Lehernya dirantai oleh pergaulan, cara pandangnya belum jinak dan kebaikannya adalah racun. Senyumnya adalah kemirisan dan tawanya adalah kejanggalan. Ia tertipu, lalu menipu. Kedustaan telah memadamkan sinar matanya.
Sadarilah bahwa pelarian hidup tidak memenangkan apa-apa!
Selama tidak merusak otak, selama tidak menggeser iman, selama tidak mengurung jiwa, selama tidak menindas hati, selama tidak memilih mati, apapun asal kau juaranya! Karena bila harus menjatuhkan lututmu, bila harus mencoreng wajahmu, bila harus menundukkan kepalamu, aku pikir apapun asal tidak tergoncang jati dirimu!

Bukan Baru Kemarin Sore



Aku telah lama mengenal kamu, bukan baru kemarin sore. Kamu seperti selembar kertas yang aku baca setiap pagi, seperti kursi yang aku duduki setiap siang, dan radio yang aku dengarkan setiap malam. Aku tahu getar suaramu, aku ingat lirik matamu dan aku mengerti arti senyummu. Aku tahu saat kau mengantuk juga bosan. Aku hafal warna kesukaanmu, dan lagu-lagu yang sering kamu dengarkan. Aku kenal sahabatmu, aku juga ingat wajah ibumu, aku pernah menjabat tangan saudaramu, dan aku pernah menyentuh barang kesayanganmu. Aku mengerti bahwa kau tidak suka soda, enggan menunggu lama, dan pantang pulang di larut malam. Aku ingat kau benci dengan asap rokok dan tidak tahan dengann gesekan pada lehermu. Aku tau saat maag-mu kambuh, aku bisa merasakan perih yang perutmu rasakan. Sebegitunya aku mengenal kamu, dan kau juga memahaminya. Maka apalagi yang mau kau tanyakan padaku tentang seberapa perihnya aku yang kamu dustai?

Meninggalkan aku telah menjadi niatmu. Mungkin menyesalinya akan datang di hari lain. Kini, kau bisa selingkuh di belakangku, tetepi, kau tidak bisa melakukannya di atas langit. Karena ada mata di balik sana, dan pula dalam hatiku.



Salam damai senantiasa,

Aku.

December 01, 2012

Lengkapnya Sepi



Lama tidak dengar kabarmu, bagaimana kamu sekarang?
Semoga kamu dijaganya baik, jangan sampai percuma melepas aku.
Jauh dariku bukan berarti tanpa tertawa.
Meski ia tidak selucu aku, janganlah jatuh air matamu.
Meninggalkan aku sendiri disini kan bukan pilihan untuk bersedih seumur hidup.
Semangatlah untuk membuatmu mencintainya!

Memang sesekali aku coba mencinta dengan mencium, mendobrak pintu hati dengan kecupan.
Namun apa mau dikata, malah luka perasaan orang.
Apa cinta yang meledak-ledak menghancurkan hati sendiri?
Sebab, setiap hantaman keras kudengar bagai namamu.
Beberapa menyukaiku aku dengan lembutnya, hanya tak sedalam kamu mengenal aku.

Kamu lebih dari masa lalu. Seperti pahlawan yang tidak mungkin terlupakan perjuangannya hanya karena luka kecil. Jika ada sejuta mulut meneriaki aku brengsek, aku percaya kamu punya suara sendiri. Itulah!

Sesekali aku memang suka berkata bodoh, membencimu karena jauh. Sebab menyakitkan, kamu hadir untuk kuingat, seperti datang untuk berpamit.
Terkadang, ini yang membuat aku berharap cemas, di mana kiranya aku dapat rubuh, sehingga dari atas panggung aku terjatuh, kemudian mendarat di pangkuanmu.
Sekarang, semuanya ingin kumulai sendiri, tiap kepinganku telah menjelma menjadi nyawa dan memberi hidup bagi tiap kota yang melengkapkan sepi setiap orang.





Rhea Elian