Aku tidak menuntut apapun, karena
aku tahu kamu tak kuat. Bebanmu terlalu berat dan cintamu tidak terlihat. Aku adalah
orang asing, sekalipun aku dipicing. Tapi seperti itulah aku bagimu sekarang. Ternyata
kamu masih selalu kalah oleh keadaan. Lihat, bahkan memaksa kodok berdiri tegak
masih lebih mudah daripada mengakuiku! Karena setiap mereka bertanya siapa aku,
kamu akan terdiam, paling tidak menarik nafas. Jadi, mana mungkin aku datang ke
rumahmu yang besar, yang berisi banyak pertanyaan? Kamu tidak berani, kamu
gemetar, jerit hatimu tidak membangkitkan nyali. Bahkan untuk duduk bersama
sama dengan mereka di meja makan, mungkin berat piringku akan ditimbang. Nanti acapkali
aku mengangkat sendok, mereka akan melotot, menanti nati kesalahanku. Aku pikir
tega sekali.
Sebenarnya aku ingin kamu menjadi
kita, bukan yang terlemah diantara mereka. Karena, meski kamu sanggup
mencintaiku, kamu takut mengakuinya. Sakit. Dalam. Perasaanku bagai
dililit-lilit dan apa yang ada di dalam mataku hanyalah kelam. Apa aku harus
sesederhana itu untuk bangkit dari semua ini? Yaitu bilang saja kau tidak
mencintaiku dan anggaplah aku tak ada! Kemudian hening, selamanya hening.
Sungguh, aku tak hanya sangat
mencintaimu, tapi juga mampu menyayangi mereka. Namun, apa cukup berharga aku
di depan mata mereka? Aku takut dituntut lebih. Aku selalu terlihat kurang,
sekalipun dicintaimu sudah lebih dari cukup. Di detik ini, aku terpuruk. Sangat.